Jumat, 17 Juni 2011

Perbankan Nasional Tidak Siap Hadapi Pasar Tunggal ASEAN

Menghadapi Pasar Tunggal ASEAN dan Perdagangan Bebas ASEAN-China (ACFTA) membuat berbagai kalangan pesimis terhadap kesiapan perbankan nasional.

Kepada Pelita di Jakarta, Rabu (11/5) anggota Komisi XI DPR RI Arif Budimanta mengatakan sistem perbankan Indonesia yang ultra-liberal disbanding negara lain menjadi penyebabnya.

Perbankan kita nggak siap. Bagaimana mau siap, sebagian besar perbankan kita dikuasai asing. Karena apa? Karena sistem perbankan kita ultra liberal dibanding negara lain, katanya.

Menurutnya, sebelum melangkah ke Pasar Tunggal ASEAN dan ACFTA, pemerintah bersama Bank Indonesia (BI) harus terlebih dahulu merubah peraturan tentang kepemilikan asing yang dapat mencapai 99 persen.

Hal ini karena tidak adanya equevalent treatment antara sistem perbankan dalam negeri dengan perbankan asing, khususnya di ASEAN.

Arif memberi contoh, selama ini bank-bank asing seakan mudah untuk masuk kedalam pasar dalam negeri. Bahkan, kantornya dapat dibuka hingga ke kota atau kabupaten.

Namun, perlakuan yang sama tidak terjadi terhadap upaya ekspansi perbankan nasional kita keluar negeri. Presiden harus dapat memanfaatkan posisinya sekarang sebagai Ketua ASEAN. Sehingga, terjadi equevalent treatment terhadap perlakuan ASEAN kepada perbankan nasional kita, cetusnya.

Jika posisi Ketua ASEAN ini tidak bisa dimanfaatkan SBY, maka upaya proteksi perbankan kita akan selamanya lemah. Karena yang harus ditata adalah sistemnya dahulu, baru kemudian menata kualitas perbankan dalam negeri.

Tentang kualitas perbankan tanah air dalam menghadapi pasar tunggal ASEAN dan ACFTA, Sri Adiningsih, ekonom UGM, punya pendapat sendiri. Bank kita yang berkelas internasional nggak banyak. Yang terjadi, kita malah banyak dimasuki bank-bank asing, ungkapnya.

Padahal, Indonesia sudah sangat terbuka terhadap bank asing. Namun, katakanlah bank BUMN kita mau membuka kantor cabang di luar negeri selalu dipersulit.

Sri menyarankan agar pemerintah melalui BI dapat mendorong perbankan nasional dapat meningkatkan mutunya hingga berkelas internasional. Bank kita harus berkelas internasional dahulu, jangan cuma jago kandang, ucapnya.

Sementara itu, menurut Statistik Perbankan Indonesia, edisi Februari 2011 tercatat ada empat bank persero, 36 bank umum swasta nasional (BUSN) devisa, 31 BUSN non-devisa, 26 bank pembangunan daerah (BPD), 14 bank campuran, dan 10 bank asing.

Kredit yang dikucurkan bank asing mencapai Rp117,057 triliun per Februari 2011. Dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun sebesar Rp127,249 triliun. Total aset 10 bank asing sebesar Rp228,171 triliun.
Sedangkan bank persero mengucurkan kredit sebesar Rp637.831 triliun, DPK sebesar Rp819.032 triliun dan memiliki total aset sebesar Rp1.059.435 triliun.

Untuk bank campuran, kredit sebesar Rp94.606 triliun. Sedangkan untuk DPK dan total aset, masing-masing sebesar Rp96.183 triliun dan Rp147.676 triliun. (cr-2)

Sumber : www.harianpelita.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar